Nahi Munkar
oleh Ahmad Sarwat.
Nahi Munkar itu mencegah kemungkaran yang merupakan bagian dari perintah agama. Namun praktek nahi Munkar tidak harus selalu dengan ceramah, pidato, orasi atau pun demo unjuk rasa di jalanan.
Kadang nahi Munkar bisa dijalankan cukup dengan tindakan nyata saja. Bahkan tanpa harus membawa-bawa dalil agama.
Yang penting harus diciptakan sebuah mekanisme dimana orang tidak bisa melanggar aturan. Atau kalau pun dia melanggar, maka hukumannya benar-benar bikin kapok secara sistem.
Katakanlah memang ada kemunkaran di tengah masyarakat kita. Pastinya tidak akan berhenti selama kita hanya berhenti pada ngomel pakai ayat dan teriak-teriak saja.
Menghentikan kemunkaran itu yang utama adalah tindakan nyata, bukan dengan kebakaran jenggot.
Contoh sederhana, budaya telat dan terlambat itu kan susah dihilangkan di tengah masyarakat. Ternyata bisa diselesaikan dengan mudah di bioskop.
Bioskop?
Ya, bioskop. Ternyata kita bisa belajar dari sistem jam tayang di bioskop.
Jam tayang film di bioskop itu tidak pernah molor, selalu tepat waktu. Ada penonton atau tidak ada penonton, film tetap diputar.
Saya pernah di tengah masa pandemi nonton di bioskop hanya berdua sama istri. Soalnya itu memang jam kantor, hari kerja dan jam nanggung. Memang sengaja pilih yang sepi, bukan karena mau mojok, tapi karena physical distancing efek pandemi.
Biarpun yang nonton cuma dua orang, film tetap diputar tepat waktu. Serasa bioskop milik berdua, yang lain ngontrak.
Misalnya Anda sudah beli tiket bioskop, tapi kok Anda datangnya malah terlambat tidak sesuai jadwal tayang, tentu resikonya kudu Anda tanggung sendiri.
Film sudah setengah main, kok baru masuk bioskop, pasti cengok nggak tahu alur ceritanya. Merasa rugi sendiri, bukan?
Saya tidak pernah lihat pihak bioskop menceramahi para penonton yang datang terlambat. Apalagi pakai mengutip ayat dan hadits segala.
Tapi justru penonton sendiri yang dengan kesadarannya datang lebih awal. Sebab mereka tahu kalau terlambat datang, pasti rugi sendiri.
Nah itu kan bentuk amar makruf nahi Munkar yang nyata. Tegakkan saja aturan apa adanya, kalau ada yang tidak disiplin, otomatis dia sendiri yang rugi. Hukuman atas keterlambatan langsung dirasakan.
Tantangan buat kita adalah bagaimana menciptakan sebuah sistem yang secara otomatis membuat orang-orang jadi disiplin, karena setiap pelanggaran yang dilakukan, hukumannya otomatis langsung dia terima saat itu juga.
* * *
Dalam berdisiplin lalu lintas, saya berpikir bagaimana menciptakan argometer macam taksi. Tapi kalau argo taksi menghitung berapa yang harus kita bayar untuk ongkos taksi, argo yang saya maksud adalah argo tilang online.
Misalnya, begitu nyerobot lampu merah, argonya langsung bunyi dan angka dendanya otomatis muncul di layar. Plus ditambah dengan denda-denda sebelumnya.
Dan begitulah seterusnya, setiap parkir sembarangan, naik trotoar, melawan arus, dan lain-lainnya, argonya terus saja bertambah dan bertambah lagi.
Insyaallah pengguna jalan langsung tidak bisa berkutik, soalnya tidak ada yang bisa diajak damai, sebab yang mencatat pelanggaran bukan pak polisi dengan jumlah yang amat terbatas, tapi dilakukan oleh sistem yang selalu disempurnakan.
Urusan orang pada keberatan, pastinya iya. Pasti akan terjadi demo berjilid-jilid menentang penerapan aturan lalu lintas.
Tapi giliran orang-orang itu ke Jepang atau ke Singapura, pada taat patuh dan tunduk dengan aturan lalu lintas disana. Ini memang urusan mental kita sendiri sih.
Membangun Qiyadah Fikriyyah dengan Qoidah Fikriyyah.
[]