Perubahan Zaman Sebagai Tantangan Memahami Al-Quran
oleh Ahmad Sarwat.
Dari sekian banyak tantangan dalam memahami Al-Quran, saya ingin menyoroti masalah yang terkait erat dengan perubahan zaman.
Dengan adanya perbuahan zaman, maka ada ayat-ayat tertentu yang kehilangan konteksnya.
Padahal sewaktu ayat diturunkan di masa kenabian, pastinya bisa menjawab masalah sangat dibutuhkan dan menjadi solusi.
Namun yang kemudian jadi masalah adalah : Bagaimana jika masalah itu sudah selesai dan berlalu, apakah solusi yang termuat dalam ayat Al-Quran itu masih tetap harus diberlakukan? Ataukah dibiarkan saja tanpa dijalankan?
Contoh paling nyata adalah masalah 8 asnaf zakat. Ternyata seiring dengan perubahan zaman, budak sebagai mustahik zakat nyaris sudah tidak ada lagi wujudnya di dunia.
Padahal secara tegas budak disebut sebagai penerima zakat dalam Al-Quran.
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan. (QS. At-Taubah : 60)
Pilihannya hanya satu dari dua. Jatah untuk budak kita coret sehingga mustahik zakat berkurang satu hanya tinggal 7 saja? Ataukah lafazh budak pada ayat di atas mau kita tafsirkan ulang sesuai dengan konteks masa kini?
Misalnya pembantu rumah tangga, TKI dan pekerja kasar kita qiyaskan seumpama budak.
Tentu masalah ini jadi tantangan tersendiri bagi kita yang hidup di zaman yang jauh berbeda dengan zaman kenabian.
[]