Hikmah Anakku Menafsirkan Al Quran untuk pertama kalinya
Masih ingat, sore itu, sepulang dari pesantren kilat ramadhannya, anakku berlari-lari ke arahku. Masih terengah-engah dia bertanya, “Abi, Abi, Nabi Muhammad itu ummy ya, tidak bisa membaca ya….?
Waduh, rupanya anakku bawa “oleh-oleh” dari pesantrennya. “Atur dulu nafasmu, nak, agar engkau dapat menerima jawaban dengan benar….” jawabku. Anakku nyengir mendengar jawabanku.
Sambil anakku mengambil nafas, aku berpikir, rupanya anakku tidak lagi hanya membaca terjemah Al Quran apa adanya, tetapi mulai berpikir menafsirkan Al Quran, dalam hal ini arti kata “ummy” (tak bisa membaca). Entah sumbernya dari mana, tapi aku mendeteksi bahwa ia menanyakan hal itu, karena ia membandingkan kemampuan dirinya dengan kemampuan rasul dalam hal membaca. Wah, kalau tidak bijak dalam menjawab, bisa bahaya nih.
Setelah nafas anakku pulih, kududukkan ia di pangkuanku, kemudian aku berkata kepadanya, “Anakku, ketidakmampuan nabi dalam membaca, berbeda dengan ketidakmampuanmu dalam membaca. Ketidakmampuanmu membaca itu pertanda kebodohanmu, karena engkau sekolah.”
Anakku meleletkan lidahnya, mendengar perkataanku. Kurang suka, dia mendengarnya.
Ketahuilah anakku, Rasul tidak bisa membaca bukan berarti bodoh. Allah memiliki maksud tertentu dalam membuat Rasul tidak bisa membaca. Hal itu disengaja untuk menunjukkan bahwa Al Quran yang diusung Rasul itu berasal langsung dari Allah, bukan dibuat-buat oleh Rasul.
Andaikan nabi bisa membaca, maka boleh jadi orang lain akan berpendapat bahwa Al Quran yang disandangnya adalah ilmu yang dihasilkan dari buku-buku yang dibacanya. Tetapi manakala Rasul tidak dapat membaca, tetapi mampu menghantarkan Al Quran yang luar biasa, maka tentunya Al Quran itu bukan hasil bacanya, melainkan bersumber kepada sesuatu yang lain yang luar biasa (dalam hal ini Allah). Hal ini menjadi bukti otentik bahwa Al Quran adalah wahyu, bukan hasil pemikiran Rasul. Coba buka Quran milikmu, kemudian buka Surat 29 ayat 48:
Anakku menurunkan kemudian membuka tasnya. Diambilnya quran-nya yang warna-warni itu, kemudian mulai membaca…..
“Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).” (QS Al Ankabuut [29] : 48)
Anakku, membulatkan mulutnya, monyong, mengatakan “Oooooo”
Ku lanjutkan jawabanku, “Rasul itu pintar, buktinya Rasul bisa membaca setelah diajari malaikat Jibril di gua Hira, ya….. masih hapal kan surat pendek Al Alaq. Coba lihat ayat yang pertama”
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, (QS Al Alaq (96) :1)
“O iya, ya” jawab anakku.
“Ya udah, abi, Rijal mau mandi dulu ya…..”
“Ummiiiii…….” anakku, berteriak untuk mendapatkan ibunya……..
Ah, anakku. Alhamdulillah Allah telah menghantarkanmu kepadaku untuk bertanya. Bukan kepada orang yang tak tahu Al Quran. Andaikan saja hal itu terjadi, bukan tidak mungkin penafsiran kata “ummy” (tidak bisa membaca), jadi memiliki kesan “orang bodoh”. Masa Rasul bodoh. Mustahil.
Berkah bulan Ramadhanmu, ya Allah, karena di bulan ini, Engkau memberikan rasa penasaran itu pada anakku, kemudian membimbing langkahnya berlari kepadaku. Padahal maksud-Mu adalah memberinya ilmu kepadanya lewat lisanku. Meskipun anak panah itu dilontarkan dari busur, dan mengenai tubuhnya. Orang bijak tetap akan melihat siapa pemanahnya, bukan “yang mana busurnya”.
Alhamdulillah juga, aku memiliki sedikit ilmu mengenai Al Quran. Aku katakan sedikit, karena untuk memahami Al Quran, sedikitnya 17 ilmu pokok sudah menunggu (belum ilmu-ilmu cabangnya). Mungkin nanti jika tiba saatnya akan kuterangkan ilmu-ilmu ini pada anakku. Apa aja ya, coba di runut….ilmu-ilmu al-Qur’an yang pokok- pokok saja yaitu :
- Ilmu Mawathin al-Nuzul. Yaitu ilmu yang menerangkan tempat-tempat turunnya ayat, masanya, awal dan akhirnya. Kitab yang membahas ilmu ini banyak. Diantaranya ialah al-Itqan, tulisan al-Suyuthi.
- Ilmu Tawarikh al-Nuzul. Yaitu ilmu yang menerangkan dan menjelaskan masa turun ayat dan tertib turunnya, satu demi satu, dari awal turun hingga akhirnya, dan tertib turun surat dengan sempurna.
- Ilmu Asbab al-Nuzul. Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab turun ayat. Diantara kitab yang menjelaskan hal ini ialah Lubab al-Nazul karangan al-Suyuthi.
- Ilmu Qira’at. Yaitu ilmu yang menerangkan rupa-rupa Qira’at (bacaan al-Qur’an yang diterima dari Rasulullah SAW). Seindah-indah kitab untuk mempelajari ilmu ini ialah kitab al-Nasyr Fi Qira’at al-Asyr, tulisan Ibnu Jazary.
- Ilmu Tajwid. Ilmu yang menerangkan cara membaca al-Qur’an, tempat mulai dan pemberhentiannya, dan lain-lain yang berhubungan dengan itu.
- Ilmu Gharib al-Qur’an. Ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa, atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang halus, tinggi, dan pelik.
- Ilmu I’rabil Qur’an. Ilmu yang menerangkan baris al-Qur’an dan kedudukan lafal dalam ta’bir (susunan kalimat). Di antara kitab yang memenuhi kebutuhan dalam membahas ilmu ini ialah Imla al-Rahman, karangan Abdul Baqa al-Ukbary.
- Ilmu Wujuh wa al-Nazhair. Yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata al-Qur’an yang banyak arti; menerangkan makna yang dimaksud pada satu-satu tempat. Ilmu ini dapat mempelajari dalam kitab Mu’tarak alAqran, karangan al-Suyuthi.
- Ilmu Ma’rifat al-Muhkam wa al-Mutasyabih. Ilmu yang menyatakan ayat-ayat yang dipandang muhkam dan ayat-ayat yang dianggap mutasyabih. Salah satu kitab mengenai illmu ini ialah al-Manzhumah al-Sakhawiyah, susunan Imam al-Sakhawy.
- Ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh. Yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh oleh sebagian mufassir. Untuk mempelajari ilmu unu dapat dibaca kitab al-Nasikh wa al-Mansukh, susunan Abu Ja’far al-Nahhas dan al-Itqan karangan al-Suyuthi.
- Ilmu Bada’i al-Qur’an. Ilmu yang membahas keindahan-keindahan al-Qur’an. Ilmu ini menerangkan kesusasteraan al-Qur’an, kepelikan-kepelikan dan ketinggian-ketinggian balaghah-nya. Untuk ini dapat juga dibaca kitab al-Itqan karangan al-Suyuthi.
- Ilmu I’daz al-Qur’an. Yaitu ilmu yang menerangkan kekuatan susunan tutur al- Qur’an, sehingga ia dipandang sebagai mukjizat, dapat melemahkan segala ahli bahasa Arab. Kitab yang memenuhi keperluan ini ialah I’jaz al-Qur’an, karangan al-Baqillany.
- Ilmu Tanasub Ayat al-Qur’an. Ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Kitab yang memaparkan ilmu ini ialah “Nazhmu al-Durar” karangan Ibrahim al-Riqa’iy.
- Ilmu Aqsam al-Qur’an. Yaitu ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Tuhan atau sumpah-sumpah lainnya yang terdapat di dalam al-Qur’an.
- Ilmu Amtsal al-Qur’an. Ilmu yang menerangkan segala perumpamaan yang ada dalam al-Qur’an. Kitab yang dapat dipelajari untuk ilmu ini antara lain Amtsal al-Qur’an, karangan al-Mawardi.
- Ilmu Jidal al-Qur’an. Ilmu untuk mengetahui rupa-rupa debat yang dihadapkan al- Qur’an kepada kaum musyrikin dan lain-lain. Ayat-ayat yang mengandung masalah ini dikumpulkan oleh Najamuddin al- Thusy.
- Ilmu Adab al-Tilawah al-Qur’an. Yaitu ilmu yang mempelajari segala bentuk aturan yang harus dipakai dan dilaksanakan di dalam membaca al-Qur’an. Segala kesusilaan, kesopanan dan ketentuan yang harus dijaga ketika membaca al-Qur’an. Salah satu kitab yang amat baik dalam hal ini ialah kitab Al-Tibyan, karangan al-Nawawy.
Ah, semoga Allah memberiku kesempatan untuk mengajarkan ilmu-ilmu itu pada anakku pada usianya yang belia. Karena sungguh mengajarkan ilmu itu harus sesuai dengan tingkatan murid yang menerimanya. Semoga hidayah Allah untukmu, anakku. Agar engkau bisa menafsirkan dengan benar berdasarkan ilmu, dan tidak menafsirkan seenak perutmu, atau berdasarkan kepentingan pribadimu. Sudah terlampau banyak orang yang mencoba mentafsir-tafsirkan Al Quran tanpa ilmu.
Kudoakan anakku, sambil menatap kaki-kaki kecil itu berlari menjauhiku.