Akad Sewa
oleh Ahmad Sarwat.
Dalam fiqih muamalah, sewa termasuk bagian dari akad jual beli, namun punya perbedaan mendasar dengan jual-beli itu sendiri.
Dalam akad jual-beli, yang berpindah kepemilikan adalah benda atau ‘ainnya untuk waktu selamanya, sedangkan dalam akad sewa yang berpindah adalah manfaatnya dalam jangka waktu tertentu. Benda atau ‘ainnya sendiri tidak berpindah kepemilikan.
Salah satu bentuk sewa yang dikisahkan dalam Al-Quran adalah tenaga Nabi Musa oleh calon mertuanya sendiri yaitu Nabi Syuaib alaihimasssalam.
Akad sewa ini awalnya diusulkan oleh salah puteri Nabi Syu’aib sebagaimana tertuang dalam ayat berikut :
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. (QS. Al-Qashash : 26)
Kalau kita teliti, ayat ini sudah menggunakan istilah khas : isti’jar (استئجار), yang sudah dekat sekali dengan istilah sewa yaitu ijarah (إجارة).
Yang disewa adalah tenaga Nabi Musa untuk menjadi penggembala domba-domba milik Nabi Syu’aib. Kesepakatannya adalah sewa tenaga ini berjangka waktu 10 tahun.
Dan uniknya akad sewa ini pun dikombinasikan dengan akad lain yaitu akad nikah, yaitu pernikahan antara Nabi Musa dengan puteri Nabi Syu’aib itu. Dalam beberapa literatur disebut namanya Shafura, agak mirip dengan versi orang bule : Zipporah.
قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَىٰ أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ ۖ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ ۖ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ ۚ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ
Berkatalah dia (Syu´aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”. (QS. Al-Qashash : 27)
Setelah selesai masa kontrak 10 tahun, Musa pun sudah tidak perlu lagi meneruskan kewajibannya sebagai penggembala domba.
Tapi uniknya, akad nikahnya dengan istrinya adalah akad yang berlaku untuk seterusnya. Tidak lantas akad nikah itu berakhir dengan usainya masa akad menjadi penggembala domba. Ini adalah dua akad yang berbeda.
Maka usai kerja selama 10 tahun, Musa pun berkeinginan kembali lagi ke Mesir. Kali ini dengan mengajak serta istrinya.
فَلَمَّا قَضَىٰ مُوسَى الْأَجَلَ وَسَارَ بِأَهْلِهِ
Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya. (QS. Al-Qashash : 29)
[]