Hukumi aku dengan kasih sayang, bukan dengan keadilan-Mu
Manakala engkau menunutut ganjaran atas suatu amal, maka engkau dituntut keikhlasan dalam beramal. Cukuplah bagi orang yang bimbang jika ia menemukan keselamatan. (Kitab Al Hikam).
Sepulang melewati jalanan macet di malam hari sepulang kerja, akhirnya sampai juga di rumah. Pintu rumah terbuka, dan muncullah wajah anakku menyeringai. Tanpa menunggu aku masuk, ia sudah lari ke dalam rumah.
Sesampainya aku ke dalam, rupanya anakku sedang shalat isya. Ku lihat shalatnya sedikit terburu-buru. Istriku datang membawakan tasku dan bekata, “Ia ingin nonton film star wars di TV, ia sedang mengikuti “The Force” yang menjadi keyakinan para kesatria Jedi di film itu”. Ah, rupanya trilogi film yang diputar berturut-turut di sebuah TV swasta menggugah perhatian anakku.
Selesai sholat, anakku masuk ke pangkuanku. Sambil menatapku dengan matanya yang hitam, ia meminta izin, “Abi, aku boleh nonton film ya…..”
“Boleh, tapi abi lihat engkau shalat terburu-buru, kenapa nak ? Ada musuh yang mengejarmu ?
Anakku nyengir sambil berkata, “Aku mau nonton film, 10 menit lagi mulai……..”
“Anakku, masih ada 10 menit lagi, abi mau memberimu nasehat 7 menit. Masih ada waktu bukan ?”
“Iya deeeeh….. “ anakku menjawab pasrah.
“Anakku, bukankah dahulu, engkau pernah bercerita pada Abi, bahwa engkau akan rajin shalat agar masuk surga. Bukankah begitu ? Dengan kata lain, engkau menuntut surga atas ibadah shalatmu.
Apabila engkau menuntut upah / pahala untuk sesuatu amal perbuatan, pasti engkau juga akan dituntut kesempurnaan dan keikhlasanmu dalam beramal melakukan perbuatan itu.
“Anakku, cobalah engkau bertafakur sejenak, bahwa jika Allah menjanjikan surga untuk setiap amal shalatmu, maka tentu dengan kualitas yang sesuai dengan definisi Allah bukan ?
Jika shalatmu tadi terburu-buru seperti itu, kelihatannya banyak cacat celanya di sana sini. Lihat kembali shalatmu, nak. Belum pikiranmu bukan menghadap Sang Pemilik Shalat, tapi berpikir bagaimana caranya tidak ketinggalan menonton film. Belum lagi ketidak sempurnaan bacaanmu. Belum lagi bicara tentang kesempurnaan keikhlasanmu. Bukankah begitu ?”
Tampak anakku meleletkan lidahnya. Kurang suka dia dihakimi.
Kali ini abi ingin memberi nasehat padamu, bahwa bagi seorang yang merasa belum sempurna amalnya, maka ia harus merasa cukup puas jika is telah selamat dari tuntutan (kesempurnaan ibadahnya). Jangan dulu menunut surga ya nak, sebelum kau sempurnakan ibadahmu….”
“Tapi aku ingin masuk surga, bi……..” Anakku berkeras dengan keinginannya.
Nah anakku, jika demikian, janganlah engkau menuntut keadilan kepada Allah. Mungkin engkau mengetahui sebuah dalil, bahwa orang yang shalat akan masuk surga. Yang karenanya engkau menutut surga karena engkau telah melakukan shalat.
Sebentar, sebentar. Harus kau ketahui ibadah shalat seperti apa yang bisa memasukkan seseorang ke surga. Tentu shalat yang sempurna bukan ? Sekarang lihatlah shalatmu. Masih belepotan seperti itu. Masih untung Allah tidak marah dan menghukummu karenanya.”
“Kalau begitu, aku ngak kebagian surga, ya bi ? “ anakku memotong pembicaraanku.
“Anakku, dengarkan abi. Engkau masih kecil, belum akil baligh. Allah masih memaafkanmu. Tapi seiring dengan waktu, Abi akan membimbingmu sampai shalatmu sempurna, sebelum engkau akil baligh.
Sambil menunggu waktu itu tiba, janganlah engkau menuntut surga karena ibadah shalatmu. Tapi tuntutlah kasih sayang Allah kepadamu. Jika Allah menyayangimu, maka Ia akan menghukummu dengan kasih sayang-Nya, dan memaafkan ketidaksempurnaan cacat cela ibadahmu. Dengan demikian ibadah shalatmu tetap dianggap ibadah yang sempurna, dan tercatat atas namamu.
Jangan engkau meminta keadilan hukum kepada Allah. Engkau tidak akan sanggup menghadapinya. Jika Allah menghukummu dengan keadilannya, maka cacat dan cela dalam shalatmu dapat melahirkan kemarahan-Nya dan hukuman yang pahit. Sedangkan jika Allah menghukummu dengan kasih sayang-Nya, maka Allah akan seperti seorang ibu, yang akan tetap menyayangi anaknya, walaupun anaknya bengal dan membantah perintahnya.
Sebagaimana dua orang pernah berkata :
Khair Annassaj berkata: Timbangan amalmu itu sesuai dengan perbuatanmu, karena itu mintalah kemurahan kurniaNya, dan itulah yang baik bagimu. Al-Wasithy berkata: Ibadat-ibadat itu lebih dekat kepada mengharap maaf dan ampun daripada mengharap pahala dan upah.
Annash-rabadzy berkata: Ibadat-ibadat itu bila diperhatikan kekurangan-kekurangannya, lebih dekat kepada mengharap maaf daripada mengharap pahala dan upah.
Nah sekarang, minta maaf sama Allah karena shalatmu yang belepotan itu, kemudian berdoalah seperti ini, “Ya Allah, hukumi aku dengan kasih sayang-Mu, jangan dengan keadilan-Mu.”
“Aaaamiiiiiin…….” Anakku mengaminkan.
Epiode 7 menit itu pun berakhir, dengan meloncatnya anakku dari pangkuanku, karena mendengar jinggle film kesukaannya di TV.
Ah anakku, semoga Allah memahamkanmu, dan berkasih sayang denganmu. Amin…….