Apa yang kau berikan, masih ada padamu
Suatu hari, Aisyah r.a. Berkata : kami menyembelih seekor kambing, lalu dagingnya kami sedekahkan kepada orang. Aku berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, tidak ada lagi yang tersisa selain pundak kambing ini”
Rasulullah menjawab “Semuanya masih ada kecuali pundaknya”
Syarh dari pen-tahkik :
Anakku, cerita ini di-tahkik dari Hadist Riwayat at-Turmudzi. Menurutnya derajat hadits ni masuk dalam kategori hadist shahih.
Pada cerita lain yang senada, diceritakan bahwa telah dilakukan penyembelihan kambing. Semua dagingnya kemudian dibagikan. Aisyah r.a. kemudian menyisakan sebagian daging untuk ayahnya yaitu Rasulullah saw. Kemudian Aisyah r.a. berkata, ayahku, semuanya sudah habis disedekahkan, kecuali sebagian daging ini, yang aku sisihkan untukmu.
Rasulullah saw. menjawab : “Tidak, yang habis adalah bagian daging yang kau berikan kepadaku, sedangkan potongan daging yang engkau sedekahkan itulah yang masih ada.
Anakku, Rasulullah saw. mengatakan suatu kebenaran. Daging yang engkau makan hanya akan habis menjadi kotoran, sedangkan daging yang engkau sedekahkan akan tetap ada (kekal) pahalanya di sisi Allah, Pahala tersebut tidak akan pernah hilang. Itulah yang dimaksudkan oleh Rasulullah saw., Dengan kalimat “Semuanya masih ada kecuali pundaknya” pada cerita di atas.
Memang tidak mudah merubah pemahaman dari “Apa yang diberikan akan hilang” menjadi “Apa yang diberikan akal kekal”. Diperlukan kebersihan ruh yang jernih bening dari hawa nafsu untuk dapat merubahnya. Kesulitan terbesar yang kau hadapi adalah bahwa “Apa yang diberikan akan hilang” sangat mudah dimengerti oleh akal, sedangkan “Apa yang diberikan akal kekal” akan mudah dimengerti oleh ruh yang sepenuhnya beriman. Untuk merubahnya engkau harus bertempur dulu dengan sifat kikirmu. Untuk merubahnya engkau harus bertempur dulu dengan hawa nafsu rakusmu. Jika engkau berhasil menundukkan sifat kikir dan rakusmu, maka memberi adalah sesuatu yang mudah.
Maka tundukkanlah akalmu, dan suruh akalmu untuk tunduk kepada apa yang dirasakan oleh ruh-iman-mu.
Nah anakku, dengan nafas-nafas diri dan hatimu, mohonkanlah mata basihrah yang tidak mengenal hijab, sehingga tak ada satu pun menjadi penghalang untuk melihat hakekat suatu pemberian. Biarkan hatimu memijar menyala-nyala, yang tak lain itu adalah cahaya hidayah Allah untuk membuat hati dan ruh-mu mampu melihat makna hakekat di balik suatu pemberian.
Semoga tanganmu menjadi tangan di atas (tangan yang memberi) yang menjadi bukti bahwa engkau adalah hamba dari Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Semoga engkau menjadi Al Faidh Ar-Rahmani (Limpahan Cahaya dari yang Maha Penyayang). Amin