Shalat Lima Waktu dan Bus Transjakarta

Posted by Derry Adrian Saleh on January 24, 2023 in Ahmad Sarwat, Fiqih |

oleh Ahmad Sarwat.

Tulisan ini bukan lagi membahas shalat di bus, tapi lagi membandingkan bobot dan kapasitas shalat lima waktu dengan bus Transjakarta.

Bus gandeng Transjakarta itu sekali angkut bisa membawa 80 penumpang. Bandingkan dengan Toyota Innova yang hanya 7 penumpang, kalau main paksa bisa juga sampai 8 orang.

Perbandingan daya angkutnya 10 kali lipat. Terbayang berat dan bobotnya yang luar biasa.

SIM pengemudinya bukan A tapi B2 umum, sama dengan sopir truk gandengan.

Terus apa hubungannya dengan shalat lima waktu?

Kesahihan hadits diringkasnya kewajiban shalat 50 waktu menjadi 5 waktu sudah tidak usah diragukan lagi. Shahih Muslim memuatnya dengan jelas dan terang benderang.

Tidak percaya hadits shahih itu urusannya bisa panjang. Jadi tema kita bukan seputar benar apa tidak ada pengurangan 50 jadi 5 waktu.

Yang perlu kita bedah dan kita pahami adalah aturan main dan konsekuensinya.
Asal tahu saja bahwa perintah mengerjakan 50 waktu itu tidak berubah dan tetap ada. Namun Nabi SAW diberi keringanan yang sifatnya unik, yaitu setiap shalat fardhu itu berbobot 10 kali lipat.

Makanya cukup kerjakan 5 waktu saja, sudah memenuhi perintah 5 waktu. Di bagian itulah kita bisa menikmati keuntungan besar.

Tapi ingat bahwa dibalik keringanan tadi tetap ada konsekuensinya, yaitu bila kita meninggalkan satu kali shalat, maka kita kehilangan 10 shalat.

Dan begitu tidak mengerjakan dua waktu shalat, langsung kehilangan 20 waktu shalat dan begitu seterusnya.

Artinya dosa kita pun jadi bertumpuk-tumpuk kalau sampai meninggalkan shalat fardhu, meski pun hanya sesekali.

Disinilah kadang kita kurang cermat dalam berhitung. Selama ini berapa banyak dari kita yang santai-santai saja kalau terlewat tidak mengerjakan shalat fardhu. Padahal dosanya gede banget.

Maka coba kita perhatikan apa yang Nabi SAW ajarkan kepada kita bila di luar kemampuan kita sampai terlewat mengerjakan shalat fardhu. Ternyata Nabi SAW menjelaskan meski waktunya sudah habis, tetap kewajiban shalatnya masih tetap berlaku.

Itulah kenapa Nabi SAW tetap mengajak para shahabat shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya di tengah malam. Karena sesiangan tadi mereka disibukkan dengan perang Khandaq, sehingga 4 waktu shalat terlewat semuanya.

Begitu juga ketika pasukan Nabi SAW ketiduran tidak bangun Shubuh sepulang perang Khaibar. Nabi SAW tetap mewajibkan Shubuh meski di bawah terik matahari pagi.

Intinya kewajiban shalat fardhu lima waktu itu tidak mengenal kata gugur, meski waktunya sudah terlewat. Bahkan meski terlewatinya sudah lama sekali sampai lupa, tapi catatannya tetap ada.

Itulah job Malaikat Roqib dan Atid, tidak shalat berapa kali seumur hidup hingga wafat, databasenya lengkap sekali. Pokoknya di akhirat nanti tinggal kita pertanggung-jawabkan.

Terus bagaimana menebus shalat yang bolong-bolong bila jumlahnya banyak sekali? Adakah contoh dari zaman kenabian?

Nah, ini dia. Manalah mungkin ada kasus macam itu di masa kenabian? Mana ada shahabat yang masa bodoh dengan shalat lima waktu?

Sebab praktek dari Nabi SAW jelas sekali, begitu shalat terlewat, ya langsung segera dikerjakan, meski waktunya sudah habis.

* * *

Sayangnya hari ini kita ditakdirkan hidup di tengah generasi yang lalai dari mengerjakan shalat.
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, (QS. Maryam : 59)

Kita berada di tengah masyarakat yang masih mengaku muslim dan masih shalat, tapi dalam pandangan mereka bobot shalat lima waktunya dianggap kecil dan sepele.

Mereka sering meninggalkan shalat lima waktu, maksudnya shalat tetap dikerjakan tapi tidak lengkap. Seharusnya sehari lima waktu, tapi dikerjakannya hanya sewaktu-waktu.

Ada saja yang lolos, terlewat dan missing dari lima waktu. Shalat tidak lengkap tapi santai-santai saja. Sama sekali tidak punya beban. Dikiranya shalat itu iseng-iseng berhadiah. Kalau lagi mood ya dikerjain, tapi kalau lagi ribet, terus dicuekin.

Jama’, Qadha’ dan Perbanyak Amal

Dua istilah jama’ dan Qadha’ sering dijadikan tameng untuk tidak shalat. Jama’ dan Qadha’ dengan seenak dengkul diterapkan tanpa paham syarat dan kondisinya.

Sibuk sedikit langsung mainkan jama’ atau qadha’. Macet sedikit langsung loncat ke jama’ atau pun qadha’. . Bayangkan, cuma urusan resepsi pernikahan, shalatnya digadaikan lewat jama’ dan Qadha’.

Kadang lebih parah, bahkan jama’ dan Qadha’ pun tidak dikerjakan juga, cuma diganti dengan memperbanyak amal, seperti shalat Sunnah, dzikir, sedekah dan zakat. Dikiranya semua bisa dikonversi sesuai selera.

Padahal memang dasarnya tidak suka shalat dan tidak paham posisi shalat lima waktu yang sangat berbobot dan tidak tergantikan.

Maka harus kita ingat selalu bahwa beban yang kita bawa dalam setiap shalat lima waktu itu sepuluh kali lipat dari semua shalat lainnya.

Ibarat bus Transjakarta yang gandengan itu. Sekali jalan bisa mengangkut 80 orang lebih. Sekali mogok, yang terlambat sampai tujuan 80 orang.

(Bersambung : Mengenal Fiqih Jama’ dan Qadha’)

Copyright © 2008-2024 Derry Adrian Saleh All rights reserved.
This site is using the Desk Mess Mirrored theme, v2.5, from BuyNowShop.com.