Bagi Waris Menunggu Ibu Wafat?

Posted by Derry Adrian Saleh on November 18, 2022 in Ahmad Sarwat, Fiqih, Waris |

oleh Ahmad Sarwat.

Salah satu bentuk kerancuan pemahaman kita dalam masalah pembagian waris adalah konsep sesat bahwa pelaksanaan pembagian waris harta milik almarhum bapak harus menunggu dulu hingga ibu juga sudah wafat.

Saya katakan sesat karena hal itu sangat bertentangan dengan Al-Quran Al-Karim, kitab suci yang sangat kita muliakan.

Sayangnya, meski Al-Quran ini dibaca tiap hari berulang-ulang, bahkan sampai banyak yang menghafalnya hingga 30 juz, namun isi dan petunjuk Al-Quran malah diinjak-injak dan dihina-hina tanpa sadar.

Surat An-Nisa’ ayat 12 tegas menyebutkan bahwa suami istri saling mewarisi satu sama lain. Tapi bukan saling mengangkangi harta sesama mereka bila terjadi kematian.

Bila istri wafat maka suami mendapat bagian waris dari harta istrinya, bisa 1/2 atau 1/4 bagian. Bukan mengangkangi semuanya.

Sebaliknya juga demikian, bila suami wafat, maka istri mendapat bagian waris dari harta suaminya, bisa 1/4 atau 1/8 bagian. Bukan menguasai semuanya.

Perhatikan firman Allah SWT berikut ini :
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۚ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. (QS. An-Nisa : 12)

 

Namun apa yang terjadi di tengah masyarakat muslim religius di negeri kita? Bagaimana praktek ayat suci Al-Quran di atas? Apakah ketika suami wafat, istri mendapat 1/8 bagian waris?

Sama sekali tidak. Dalam prakteknya, bila suami wafat, rata-rata para istri di negeri kita ini langsung mengangkangi harta suaminya.

Dan itu sama saja dengan istri mendapat warisan sebesar 8/8 bagian alias 100% harta suaminya itu.

Tak satu pun anak-anak diberi harta warisan milik ayahnya. Kalau anak mau minta jatah, nanti kapan-kapan saja, tunggu kalau ibu sudah wafat.

Entah siapa yang awal mulanya mengajarkan paham sesat semacam ini, yang jelas begitu lah cara kebanyakan masyarakat kita memahaminya. Bila ayah kita wafat, maka kita tidak akan berani langsung menjalankan perintah Allah SWT yaitu membagi waris.

Kenapa?
Karena ibu kita akan marah besar, sambil berkecak pinggang dia akan bilang begini : dasar anak durhaka, emak masih nafas pun kalian sudah rebutan harta warisan.

Bayangkan, betapa si emak merasa bahwa harta peninggalan suaminya itu 100% milik dirinya. Tak satu pun anak yang berani minta pembagian harta waris milik ayah mereka, karena harta itu ternyata dikuasai mutlak oleh ibu mereka.

Rata-rata keluarga yang datang ke saya untuk minta dijelaskan bagaimana cara pembagian harta waris seperti itu. Biasanya diawali dengan kalimat pembuka begini :
“Berhubung ibu kami sudah wafat maka sudah saatnya bagi kami untuk membagi harta waris. Mohon arahan dan petunjuk dari pak Ustadz”.

Saya bengong tidak paham, apa hubungannya pembagian waris dengan wafatnya ibu mereka. Maka saya balik bertanya,“Mohon maaf, ini harta yang mau dibagi waris milik siapa ya? Milik ayah kalian atau milik ibu kalian?”.

Mereka sepakat menjawab,“Milik ayah kami, pak Ustadz”.

Disitulah saya merasa sedih, karena saya tahu bahwa ayah mereka sudah wafat 40 tahun yang lalu. Masak sampai gini hari masih belum juga dibagi waris? Alasannya aneh bin ajaib, yaitu menunggu ibu mereka wafat dulu.

Seharusnya kalian bagi waris itu 40 tahun yang lalu berbarengan dengan ayah kalian wafat. Dan ibu kalian menjadi salah satu ahli warisnya juga, yaitu mendapat 1/8 bagian sesuai dengan ayat 12 surat An-Nisa’. Itu kan firman Allah yang suci dan mulia, masak kalian tidak paham-paham juga sih.

Kakak paling sulung coba klarifikasi,”Soalnya ibu kami tidak mau kami bagi waris selagi beliau masih hidup. Kami dituduh sebagai anak durhaka, bahkan mau dikutuk jadi batu kayak Malinkundang”.
Astaghfirullahalazhim . . .

Jadi saking awamnya mereka dengan pelajaran fiqih mawaris, sampai mereka berani-beraninya menunda perintah Allah SWT yang begitu jelas di dalam Al-Quran hingga 40 tahun lamanya, menunggu ibu mereka meninggal terlebih dahulu.

Mungkin saat itu mereka berpikir bahwa ibu mereka pun akan segera meninggal juga secepatnya menyusul ayah mereka. Ternyata umurnya panjang, hingga 40 tahun kemudian baru wafat. Malah beberapa anak yang seharusnya mendapat harta waris malah pada mati duluan.

Ini kan bikin saya tambah puyeng. Seharusnya ibu mereka diajarkan ilmu fiqih waris, bahwa istri itu jatahnya hanya 1/8 dari harta milik suaminya yang wafat, bukan 100% dan merasa sebagai pemilik tunggal.

Kalau bagi waris masih harus menunggu si ibu wafat, jelas itu sebuah kekeliruan serta penistaan terhadap ayat Al-Quran. Apalagi ternyata ibu mereka berusia panjang.

Tapi semua salah mereka sendiri, kan tiap hari mereka berdoa selesai shalat agar ibu mereka diberi kesehatan dan panjang umur. Dan doa mereka pun dikabulkan Allah SWT, si ibu awet hidupnya sampai 40 tahun kemudian.

 

https://www.rumahfiqih.com/buku/1/15

 

 

[]

Tags:

Copyright © 2008-2024 Derry Adrian Saleh All rights reserved.
This site is using the Desk Mess Mirrored theme, v2.5, from BuyNowShop.com.