Bahasa Lisan vs Bahasa Tulisan
oleh Ahmad Sarwat.
Bahasa lisan dan bahasa tulisan itu ternyata jauh berbeda. Awalnya saya tidak terlalu menyadari, namun belakangan barulah saya paham.
Saya pernah mencoba menuliskan kembali ceramah saya yang sudah direkam ke dalam bentuk tulisan. Istilah tehniknya verbatim.
Ternyata sulit sekali mengerjakannya. Tiap beberapa detik, play, stop, rewind, play, pause, play. Dan begitu terus berulang-ulang. Harus sabar sekali.
Itupun ternyata hasilnya tidak memuaskan. Meski teks tulisan itu sudah sesuai sekali dengan isi ceramah, kata per kata tidak ada yang luput, tapi begitu dibaca ulang, kok berantakan sekali bahasanya.
Padahal kalau didengarkan secara lisan, rasanya sudah bagus. Tapi begitu dituliskan dalam bentuk teks, jadi berantakan.
Disitulah saya baru sadar ternyata bahasa lisan kita jauh berbeda dengan bahasa tulisan. Setidaknya itu yang saya rasakan dari voice ceramah saya sendiri.
Aplikasi canggih macam Google Board (GBoard) itu bisa mengetikkan suara kita. Saya coba suara hasil rekaman ceramah saya biar diketikkan secara otomatis olehnya.
Dan hasilnya memang hancur betulan, hehe. Bukan salah G Board nya, tapi struktur bahasa lisan saya ternyata memang jauh berbeda dengan bahasa tulisan.
Kesimpulan saya bahwa menulis itu tidak bisa didasarkan dari voice alias suara lisan kemudian dituliskan menjadi teks. Pasti akan hancur sekali hasilnya.
Maka dari itulah saya membalik tekniknya, bikin teks tulisan dulu, baru kemudian dijadikan bahan ceramah. Pada saat ceramah itulah teksnya dibacakan. Bukan lagi voice to text tapi text to voice.
Makanya anjuran seorang teman agar saya mengubah suara rekaman ceramah menjadi teks lalu dikumpulkan agar bisa diterbitkan menjadi buku, tidak saya lakukan. Karena terbukti keliru.
Kalau mau menulis buku, ya tulislah sejak awal sebagai buku, diketik dengan benar. Kalau pun mau minta bantuan G-Board, silahkan saja.
Tetapi sejak awal harus perhatikan struktur kalimat yang baik, gunakan struktur bahasa tulisan dan jangan semata berpatokan dengan bahasa lisan.
Dan dalam kasus saya, ujung-ujungnya kok jari jemari saya lebih luwes mengetikkan huruf-huruf di keyboard, ketimbang mendiktekan suara saya kepada robot.
Ini betulan bukan hanya teori kosong. Sudah saya praktekkan dan itulah hasilnya.
[]